Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Atur jam masuk sekolah sebagai solusi kemacetan

Wagub DKI PrijantoLagi-lagi Pemda DKI mengeluarkan kebijakan yang menuai pro dan kontra dari masyarakat. Kali ini tentang pengaturan jam masuk bagi sekolah yang sebelumnya pukul 7 pagi maju menjadi pukul 6:30.

Bagi yang setuju, kebijakan ini dilihat sebagai sebuah terobosan yang inovatif untuk mengurai kemacetan di ibukota.

Namun bagi yang tidak setuju, melihat kebijakan ini sebagai sia-sia belaka dan tidak menyentuh akar permasalahan. Sehingga sulit diharapkan dapat berhasil mengurai kemacetan yang sudah menjadi momok bagi warga Jakarta.

Menurut Opiniherry sebaiknya kita perlu dukung setiap upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam mengurangi kemacetan. Perlu juga dipahami bahwa pengaturan jam masuk sekolah ini hanyalah salah satu bagian dari beberapa rencana program yang dimiliki Pemda DKI. Salah satunya akan segera dijalankan yaitu mengatur jam masuk kerja bagi karyawan swasta non bank di Jakarta…

Sesungguhnya masalah kemacetan di Jakarta bukanlah hal sederhana yang dapat diselesaikan dalam jangka pendek. Perlu dilakukan berbagai cara yang integral. Bahkan masalah ini juga tidak dapat diselesaikan sendirian oleh Pemda DKI tapi juga harus didukung oleh pemerintah pusat.

Bukan hanya karena Jakarta adalah ibukota negara. Tapi juga sebagian masalah ini juga akibat kebijakan pemerintah pusat yang gagal membuat pembangunan merata ke seluruh Indonesia. Akibatnya sebagian besar kegiatan bisnis dan pemerintahan tertumpuk di Jakarta.

Jadi kita lihat saja apa yang bisa dilakukan oleh kedua pemimpin di DKI dalam mengatasi masalah ini.

Kan katanya…”Ahlinya Jakarta…!”

Secara umum, masalah kemacetan ini diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu:

1. Kebijakan pemerintah pusat yang sentralistis dan gagal mendorong pembangunan di daerah dengan konsep otonomi daerah. Berikan dukungan agar investor mau masuk ke daerah seperti insentif pajak dan proses perijinan yang mudah. Hingga saat ini, otonomi daerah belum berhasil meratakan pembangunan ke seluruh daerah tapi baru terlihat sebagai pemerataan korupsi pada penguasa daerah.
2. Jumlah kendaraan bermotor di Jakarta yang terbilang sudah melampaui batas (sekitar 5,7 juta unit yang terdaftar, berdasarkan data Desember 2008). Kebijakan pembatasan usia kendaraan dan juga pajak progresif untuk kendaraan lawas dan kendaraan mewah adalah hal mutlak yang harus dilakukan.
3. Desain tata kota yang amburadul dan tidak berwawasan jangka panjang. Ide gubernur terdahulu tentang kota megapolitan tampaknya bisa dijadikan pertimbangan serius.
4. Budaya masyarakat yang masih merasa lebih gengsi dengan naik mobil sendiri dan ketidak-tertiban pengguna jalan raya.
5. Tidak tersedianya moda transportasi massal yang murah, aman, nyaman dan terintegrasi. Pembangunan busway dan monorail (lagi-lagi proyeknya Sutiyoso) mestinya segera direalisasikan. Sayang proyek ini tersendat hanya karena urusan untung-rugi. Mestinya pemerintah melihat ini sebagai kewajiban dan bukan jadi bisnis semata. Repotnya yang dipakai adalah logika kapitalis sih…
6. Kurangnya ketegasan aparat (polisi, DLLAJ dan tramtib) dalam menindak pelanggar lalu lintas seperti parkir liar, bus yang berhenti seenaknya dan kaki lima yang sering menggunakan badan jalan. Sayangnya fasilitas parkir juga belum digarap dengan baik oleh pemerintah.
7. Kondisi jalan yang banyak lubang menyebabkan kendaraan tidak bisa berjalan dengan mulus dan lancar. Hal ini akan semakin terlihat saat musim hujan berlangsung. Selain kualitas jalan yang (mungkin) tidak bagus, kelebihan beban kendaraan juga berperan besar. Fungsi jembatan timbang yang dikelola DLLAJ perlu juga dipertanyakan. Mengingat masih sering terlihat kendaraan, terutama truk, yang jelas-jelas terliha kelebihan muatan tapi tetap bisa bebas melintas.

Gagasan untuk mengatur volume kendaraan di jalan dengan pengaturan jam masuk sekolah tidaklah mungkin menyelsesaikan masalah kemacetan secara keseluruhan. Seperti yang diakui oleh Wagub Prijanto, bahwa anak sekolah hanyalah menyumbang 14 % dari keseluruhan trafik saat jam sibuk. Namun berapapun persentasenya tetap diharapkan dapat sedikit mengurangi potensi kemacetan yang ada.

Namun untuk mengatur jam masuk kerja bagi karyawan swasta non bank sesuai wilayah tampaknya akan menghadapi lebih banyak hambatan dan tentangan dari masyarakat. Opiniherry berpendapat lebih baik yang diatur lebih dulu justru jam kerja pegawai pemerintahan termasuk polisi dan tentara.

Misalnya jam kerja di kelurahan hingga walikota digeser lebih pagi atau sebaliknya. Begitu juga dengan jam kerja di kantor samsat yang tiap hari dipenuhi warga yang ingin mengurus SIM atau surat-surat kendaraannya. Kalau perlu mereka sudah buka sejak subuh…! Atau baru tutup jam 10 malam…!

Wah, kalu begitu mungkin tidak ada lagi yang datang terlambat atau bolos kerja hanya untuk mengurus KTP atau SIM.

Opiniherry juga usul agar truk sampah milik Pemda diatur jam operasinya. Sekarang ini truk sampah masih beroperasi di pagi hari saat orang berangkat kerja. Maka tidak heran jika truk sampah ini ikut terjebak kemacetan. Bukan cuma bikin tambah macet tapi juga selalu menebarkan aroma yang “aduhai” di tengah kemacetan. Bayangkan rasanya jika posisi anda di dekat truk sampah saat macet…Huueeekkss..

Kendaraan berat dan besar seperti truk gandeng dan kontainer juga perlu diatur jam operasinya. Kalau tidak salah dulu ada aturan yang melarang mereka lewat pada jam-jam tertentu. Entah aturan itu masih ada atau tidak yang jelas sekarang kita lihat truk gandeng dan kontainer masih wira-wiri pada jam sibuk.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah soal law enforcement dan konsistensi. Jangan sampai nasib aturan ini seperti perda larangan merokok, aturan motor yang harus di lajur kiri dan menyalakan lampu, three in one dan banyak perda lain yang tidak efektif dan hangat-hangat tai ayam.


Tidak ada komentar