Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Kronologi dan Detik-detik Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996


Hari ini 25 tahun lalu, terjadi kerusuhan 27 Juli 1996 atau dikenal dengan Peristiwa Kudatuli (akronim dari kerusuhan dua puluh tujuh Juli

Puncak kerusuhan terjadi saat pengambilalihan paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat.

Kerusuhan ini menjadi sejarah kelam dalam dunia politik Indonesia.

Awal konflik

Pecahnya peristiwa Kudatuli dikaitkan dengan konflik internal partai saat Kongres IV PDI. Kongres itu menetapkan Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.

Diberitakan Harian Kompas, 22 Juli 1993, hari pertama Kongres IV PDI di Medan, Sumatera Utara diwarnai kericuhan. Ada pengambilalihan pimpinan sidang oleh Yacob Nuwa Wea yang mengaku sebagai fungsionaris dari DPP PDI Peralihan, bersama 400 rekannya yang menerobos ruang kongres.

Saat itu ada dua kubu dalam internal PDI. Kubu pertama mendukung Soerjadi dan satu lagi ada di kubu Megawati Soekarnoputri.

Akibat suara yang tidak bulat, kericuhan ini berbuntut keputusan Menkopolkam Soesilo Sudarman yang mengatakan Kongres Medan tidak sah dan akan digelar kongres luar biasa (KLB) di Surabaya. Namun, KLB di Surabaya gagal.

Megawati menyatakan diri sebagai Ketua Umum PDI secara de facto dan dikukuhkan melalui Musyawarah Nasional (Munas) PDI pada 22 Desember 1993 di Kemang, Jakarta Selatan.

Sementara, Soerjadi membentuk panitia penyelenggara KLB di Medan pada 20-23 Juni 1996. Hasil KLB memutuskan Soerjadi sebagai ketua umum.

Pendukung kedua kubu tak menemui titik temu.

Kronologi kejadian

Tak mengakui Kongres Medan yang memenangkan Soerjadi, PDI kubu Megawati pun menjaga DPP siang malam.

Sebab isu perebutan DPP sudah merebak. Mereka berupaya untuk menjaga dan mempertahankan.

Di kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, pendukung Megawati menggelar mimbar bebas digelar setiap hari.

Dikutip dari Kompas.com (27/7/2020), sejarawan Peter Kasenda dalam bukunya Peristiwa 27 Juli 1996: Titik Balik Perlawanan Rakyat (2018) mencatat, mimbar tersebut tak disukai ABRI dan polisi.

Panglima ABRI Jenderal Feisal Tanjung bahkan menuduh mimbar tersebut sebagai makar. "Itu bukan bangsa Indonesia lagi. Saya kira itu PKI," kata Feisal.

Terkait tudingan itu, Megawati membantah.

Ia mengaku kegiatannya tak ditutup-tutupi dan tak ada agenda makar.

"Kalau saya mau membuat makar tentu sudah saya lakukan. Kami hanya ingin menjaga harga diri warga yang porak-poranda dengan adanya Kongres Medan," kata Megawati di depan puluhan wartawan asing dan nasional di akhir Juli 1996.

Detik-detik Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996

Mengutip Harian Kompas, 28 Juli 2020, berikut kronologi peristiwa 27 Juli 1996:

Pukul 06.20 WIB Massa PDI pendukung Soerjadi mulai berdatangan. Sebelumnya, terjadi dialog antara delegasi pendukung Soerjadi dan pendukung Megawati sekitar 15 menit. Massa kubu Megawati meminta agar kantor dinyatakan sebagai status quo. Kesepakatan tidak tercapai.

Pukul 06.35 WIB Terjadi bentrokan di antara kedua kubu. Massa PDI pendukung Soerjadi mulai melempari kantor DPP PDI dengan batu dan paving- block. Kubu lawan membalas dengan benda yang ada di sekitar halaman kantor. Massa pendukung Soerjadi akhirnya menduduki kantor PDI.

Pukul 08.00 WIB Aparat keamanan kemudian mengambil kantor DPP PDI sepenuhnya. Kantor DPP PDI kemudian dinyatakan sebagai area tertutup, begitu pula dengan akses jalan di sekitarnya.

Pukul 08.45 WIB 50 massa PDI pendukung Megawati yang tertahan di kantor itu diangkut dengan menggunakan tiga truk. Sembilan orang lainya diangkut dengan dua mobil ambulans.

Pukul 11.00 WIB Massa yang memadati ruas Jalan Diponegoro jumlahnya menjadi ribuan. Sejumlah aktivis LSM dan mahasiswa menggelar aksi mimbar bebas di bawah jembatan layang kereta api, dekat Stasiun Cikini. Terjadi bentrokan terbuka antara massa dengan aparat keamanan.

Pukul 13.00 WIB Bentrokan antara massa dengan aparat semakin hebat. Massa terdesak mundur ke arah RSCM dan Jalan Salemba. Tiga bus kota, termasuk satu bus tingkat terbakar. Dua jam setelahnya, beberapa gedung di Jalan Salemba terbakar.

Pukul 16.35 WIB Sebanyak 5 panser, 3 kendaraan militer khusus pemadam kebakaran, 17 truk dan sejumlah kendaraan militer dikerahkan dari Jalan Diponegoro menuju Jalan Salemba. Massa membubarkan diri. Api di sejumlah gedung belum berhasil dipadamkan sampai pukul 19.00 WIB.

Pelanggaran HAM

Mengutip laman Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), ada indikasi pelanggaran HAM dalam Peristiwa Kudatuli.

Di bawah pimpinan Asmara Nababan dan Baharuddin Lopa, Komnas HAM melakukan investigasi. Investigasi lanjutan juga dilakukan pada 2003.

Hasilnya, Komnas HAM menemukan fakta ada 5 orang tewas, 149 orang luka, dan 23 orang hilang. Adapun kerugian materiil diperkirakan mencapai Rp 100 miliar akibat dari Peristiwa Kudatuli.

Selain itu, Komnas HAM menilai terdapat beberapa pelanggaran HAM yang terjadi, meliputi:
-Pelanggaran asas kebebasan berkumpul dan berserikat
-Pelanggaran asas kebebasan dari rasa takut
-Pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan keji dan tidak manusiawi
-Pelanggaran perlindungan terhadap jiwa manusia
-Pelanggaran asas perlindungan atas harta benda.

Pada saat peristiwa tersebut, sejumlah aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) sempat dituding menjadi dalang Kudatuli.

Tak lama setelah kerusuhan, sejumlah aktivis PRD yang lantang bersuara kemudian dijemput paksa oleh aparat, menjalani interogasi, diadili oleh Kejaksaan Agung, hingga mendekam di bui.

Sejumlah aktivis "dihilangkan", salah satunya adalah Wiji Thukul yang sampai saat ini tak diketahui keberadaannya.

Kini, PDI-P berada di puncak kekuasaan Indonesia. Namun, belum ada itikad untuk melakukan pengusutan kasus secara tuntas.

Penulis : Rosy Dewi Arianti Saptoyo
Editor : Rizal Setyo Nugroho


Sumber: Kompas .

Tidak ada komentar