Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Ada Front di Cikeusik (2)

HANYA segelintir warga Cikeusik- yang mengenal Ujang Bengkung. Dua kiai yang menerima pesan pendek ajak-an mengusir Ahmadiyah-Munir bin Masri dan Muhammad bin Syarif-menggeleng ketika ditanya siapa Ujang. "Saya tidak tahu," kata Muhammad, Ketua Gerakan Muslim Cikeusik. Diang-gap ikut terlibat menggerakkan massa, Munir dan Muhammad ditetapkan polisi sebagai tersangka.

Seorang warga Cikeusik lain mengetahui, Ujang merupakan kiai dari Kampung Bengkung, Desa Ciseureuheun, Cigeulis, 30 kilometer lebih ke arah barat Cikeusik. Karena berasal dari Bengkung, Ujang lebih dikenal dengan panggilan "Kiai Ujang Bengkung". Ia getol menyerukan pengusiran Jemaat Ahmadiyah dari Pandeglang.

Di Kampung Bengkung, Ujang mengasuh Pesantren Bani Surya, diambil
dari nama ayahnya, Surya, juga seorang kiai. Menurut Syamsuddin, hanya ada sekitar sepuluh orang santri yang mondok di pesantren itu. "Santrinya tidak banyak, tapi beliau sering berceramah atau mengisi pengajian ibu-ibu," katanya.

Kepala Kepolisian Daerah Banten Brigadir Jenderal Agus Kusnadi sebelum dicopot terang-terangan mengatakan polisi akan memeriksa aktivis Front Pembela Islam. "Dia Ketua FPI Banten," kata Agus kepada para wartawan, tiga hari setelah kejadian. Yang ditunjuk adalah Ujang Bengkung, Ketua FPI Pandeglang. Dari situlah pertama kali FPI dikaitkan-kaitkan dengan insiden Cikeusik.

Menurut polisi, sejauh ini kaitan FPI dengan penyerangan Cikeusik baru terlihat dari jejak Ujang Bengkung di lokasi dan pesan pendek yang disebarnya ke para kiai. "Keterlibatan organisasi belum ditemukan," kata Boy Rafli Amar.

Lewat juru bicaranya, Munarman, FPI pusat, yang bermarkas di Petamburan, Jakarta, menolak dikait-kaitkan dengan insiden Cikeusik. Menurut dia, FPI pusat tak pernah mengirimkan orang ke desa itu. Ia juga mengatakan, di Pandeglang atau Banten, tak ada Front Pembela Islam. "Lagi pula, FPI tak perlu pakai pita-pitaan," ujarnya.

Syamsuddin mengatakan tak mengetahui aktivitas Ujang dalam organisasi. "Saya belum pernah melihat kedekatan beliau dengan FPI," ujarnya. Tempo tak berhasil mewawancarai Ujang, yang berada di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Banten.

Jejak Ujang justru direkam jelas oleh Achmad Dimyati Natakusumah, mantan Bupati Pandeglang, yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Persatuan Pembangunan. Ia mengaku lama mengenal Ujang. Pada tahun-tahun dia menjabat bupati, Ujang kerap menemuinya. Ujang dianggap tokoh lantaran memimpin Front Pembela Islam di wilayah itu. Selain FPI, organisasi yang dirangkul -Dimyati antara lain Front Hizbullah.

Menurut anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat ini, FPI di Pandeglang memiliki cukup banyak pengikut. Itulah salah satu alasannya merangkul Ujang Bengkung. "Daripada rusuh, mending saya ajak berunding," kata Dimyati, yang menjabat bupati sejak 2000 sampai 2009.

Lantaran sering bertemu, keduanya menjadi dekat. Tak jarang, Ujang cukup menelepon bila meminta Dimyati mela-kukan sesuatu. "Tolong, ada maksiat di Pantai Carita," ujarnya menirukan Ujang. "Saya jawab: siap, segera saya tertibkan." Sebagai Ketua FPI Pandeglang, kata Dimyati, Ujang selalu melaporkan hal yang mengganjal hati, termasuk soal Ahmadiyah. "Saya bilang, Ahmadiyah tak boleh syiar," ujarnya. "Ahmadiyah patuh, FPI enggak rusuh."

Saking dekatnya, ketika FPI Pandeglang menggelar acara, Dimyati juga kerap hadir. Di sanalah Dimyati mengaku beberapa kali bertemu dengan Rizieq Shihab, Ketua FPI, yang datang jauh-jauh dari Jakarta.

Anton Septian (Jakarta), Wasi'ul Ulum (Serang)

Sumber: tempointeraktif.com

Tidak ada komentar