Ada Front di Cikeusik (1)
DERAP sepatu membuyarkan kesunyian permukiman di pinggiran Bogor, Jawa Barat, Rabu dinihari pekan lalu. Perayaan Maulid Nabi di masjid kampung telah usai berjam-jam lalu. Belasan lelaki bersepatu lars mendekati satu rumah di permukiman itu, lalu mengetuknya.
Begitu membuka pintu, tuan rumah kaget. Mereka yang berdiri di depan pintu pada dinihari buta itu menenteng senapan panjang. "Kami dari kepolisian. Mau menjemput Haji Ujang," kata lelaki yang berdiri paling depan, seperti ditirukan sumber Tempo. Tanpa disadari pemiliknya, polisi berpakaian preman mengintai rumah itu sejak siang sehari sebelumnya.
Haji Ujang, yang disebut para penjemputnya, telah tujuh hari bersembunyi dari kejaran polisi. Populer dengan sebutan Ujang Bengkung,
ia bernama asli Ujang Arif bin Surya. Ia diincar polisi setelah penyerbuan ribuan orang ke rumah penganut Ahmadiyah di Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten, pada Ahad tiga pekan lalu itu.
Banyak jejak menunjukkan keterlibatan Ujang dalam peristiwa yang menewaskan tiga orang itu. Sejumlah kiai yang diperiksa polisi menyebut Ujang sebagai pengirim pesan pendek ajakan mengusir Ahmadiyah dari Pandeglang. Tim Pembela Muslim yang menjadi pengacara Ujang juga mengakui penyebaran pesan pendek itu.
Sejumlah saksi mata melihat Ujang berada di tempat kejadian. Sebelum insiden, Ujang tampak berada di antara massa yang berkelimun di depan Masjid Al-Huda, Cangkore, sekitar 500 meter dari rumah Ismail Suparman, juru dakwah Ahmadiyah, yang jadi sasaran penyerangan. Mamat, saksi mata, yakin melihat Ujang karena kawannya yang berdiri di sebelahnya menyaksikan lelaki yang sama. "Itu Ujang Bengkung, Ketua FPI Pandeglang," kata Mamat, menirukan kawannya.
Selain melihat Ujang Bengkung, Mamat menyaksikan wajah asing bergerombol tak jauh dari tempatnya berdiri. Di barisan depan, tampak sekelompok lelaki berperawakan tegap yang rata-rata berbalut jaket hitam dan mengenakan peci. Pagi itu, mereka bersiap-siap menuju rumah Suparman. Golok yang masih tersarung menyembul dari balik jaket. Pita biru terpacak di dada mereka.
Tatkala barisan ini bergerak menuju rumah Suparman, Ujang Bengkung masih terlihat di sekitar masjid Cangkore, titik berkumpul massa dari pelosok Pandeglang. "Dia ikut gelombang kedua," kata Mamat.
Saksi lain, sebut saja Ali, yang berada di depan rumah Suparman sepanjang kericuhan, juga melihat Ujang. Ia bahkan sempat mencium tangan Ujang begitu pria 45 tahun itu tiba di depan rumah Suparman. Ali mendengar sebagian massa yang tiba bersama Ujang berbicara dengan logat Betawi. Seperti kelompok pertama, massa Ujang menaruh pita di dada, tapi warnanya hijau.
Ujang menghilang dua hari setelah penyerangan Cikeusik. Dicari-cari polisi, dia panik. Diam-diam ia meninggalkan rumah tanpa pamit kepada kedua istrinya, Nengsin dan Umi Iyoh. "Mereka enggak tahu ke mana Haji Ujang pergi," kata Syamsuddin, ipar Ujang.
Ujang ditangkap di rumah kerabatnya di pinggiran Bogor. "Malam itu juga langsung dibawa ke Kepolisian Daerah Banten," kata Kepala Bidang Penerangan Umum Markas Besar Kepolisian Negara Komisaris Besar Boy Rafli Amar.
(Bersambung)Sumber: tempointeraktif.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar