Bual Revolusi dari Petamburan (1)
PERAYAAN Maulid Nabi pada Senin malam pekan lalu terasa gahar. Spanduk besar "Bubarkan Ahmadiyah atau Revolusi" dibentangkan di atas panggung. Ketua Front Pembela Islam Rizieq Shihab bicara berapiapi. Katanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus segera membubarkan Ahmadiyah, kelompok yang dianggap "sesat" dari ajaran Islam.
"Jika tidak, kami akan berjihad menggulingkan Presiden SBY," kata Rizieq, yang pernah dihukum satu setengah tahun penjara dalam kasus penyerangan. Di markas Front, yang juga halaman rumahnya, di Jalan Petamburan, Jakarta Barat, suara takbir lalu dipekikkan.
Jargon "revolusi" lalu menjadi mantra para petinggi Front, sepanjang pekan lalu. Pada acara telewicara di televisi, dalam wawancara dengan radio, juga di mimbarmimbar masjid, kata itu terus diucapkan. Ketika berbicara di Masjid AlIkhsan, Jalan Ade Irma Nasution, Makassar, Jumat pekan lalu, ia berteriak, meminta pemerintah tidak melindungi Ahmadiyah. "Perjalanan ke Makassar ini untuk konsolidasi revolusi," pekiknya.
Munarman, juru bicara Front, pun meneriakkan "revolusi" jika Presiden membubarkan organisasinya. Bekas Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum ini menyatakan Front siap menjadikan Yudhoyono seperti Presiden Tunisia Zine elAbidine Ben Ali dan Presiden Mesir Husni Mubarak. Kedua pemimpin itu digulingkan melalui demonstrasi besarbesaran di negara masingmasing.
Ente jual, ane beli: Yudhoyono menangkap "tantangan" itu. Dalam wawancara dengan SCTV, Presiden mengatakan, "Tidak semudah itu menjadikan Indonesia seperti Mesir. Termasuk yang mengancam saya: awas Indonesia kita Mesirkan! Jangan ancammengancamlah."
Inilah "sekuel" tetap setelah kekerasan dilakukan oleh kelompok yang membawa bendera agama. Kali ini penyerangan dilakukan terhadap pengikut Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, yang menewaskan tiga orang. Dua hari setelahnya, perusakan gereja dilakukan di Temanggung, Jawa Tengah. Mengomentari dua kekerasan itu, Kepala Negara memerintahkan penegak hukum "mencari jalan hukum" bagi pembubaran organisasi yang melakukan tindakan anarkistis.
Bukan hal baru, karena Presiden telah mengatakan hal yang sama berkalikali. Pada 2006, setelah sejumlah kelompok berdemonstrasi dengan keras mendukung UndangUndang AntiPornografi, Presiden mengatakan, "Pemerintah akan menertibkan organisasi massa yang menggunakan label agama untuk melakukan tindakan kekerasan." Begitu juga pada 2008, setelah Front Pembela Islam menyerang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Lapangan Monas, Yudhoyono menyatakan, "Negara tidak boleh kalah dengan perilaku kekerasan."
Dan kekerasan terus saja berulang. Pada tragedi di Cikeusik, Ujang Arif bin Surya alias Ujang Bengkung diduga terlibat dalam penyerangan. Ia merupakan Ketua Front Pembela Islam Pandeglang. "Saya kenal lama dengannya," kata Achmad Dimyati Natakusumah, mantan Bupati Pandeglang, yang kini jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Persatuan Pembangunan.
(bersambung...)
Sumber: tempointeraktif.com
(bersambung...)
Sumber: tempointeraktif.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar