Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Bual Revolusi dari Petamburan (2)

MUNGKIN untuk menunjukkan ancamannya serius, Front Pembela Islam menggelar unjuk rasa, Jumat pekan lalu. Temanya sama: "Bubarkan Ahmadiyah atau Revolusi". Toh, seruan revolusi itu hanya dihadiri kurang dari seribu orang. Mereka berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia selepas salat Jumat.

Tokoh ulama perwakilan dari FPI, Forum Umat Islam, dan Hizbut Tahrir Indonesia bergiliran berpidato di atas mobil bak terbuka. Sekretaris Majelis Syuro Front, Misbahul Anam, memberi waktu hingga 1 Maret bagi pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah. "Jika lewat, kami akan mengerahkan massa untuk revolusi," katanya.

Mampukah Front menggalang revolusi?
Kecuali ada keajaiban: mustahil. Didirikan pada 17 Agustus 1998 di Pesantren AlUm, Kampung Utan, Ciputat, Jakarta Selatan, Front sejauh ini bergerak di pelbagai kepentingan. Operasinya merentang dari menyerang tempattempat hiburan hingga memberikan tekanan politis. Pada 1999, misalnya, organisasi ini menyerukan peno-lakan perempuan menjadi presiden-jelas ditujukan buat Megawati Soekarnoputri, yang ketika itu banyak diunggulkan menjadi presiden.

Meski awalnya disokong sejumlah perwira polisi dan militer, menurut sejumlah sumber, Front tak memiliki sumber daya yang cukup. Anggota aktif organisasi ini diperkirakan sekitar 50 ribu orang di seluruh Indonesia. Petinggi Front mengklaim memiliki cabang di 30 provinsi.

Menurut seorang peneliti yang mengamatinya secara dekat selama empat tahun, Front merupakan organisasi lobi yang lebih banyak bertujuan memperkuat nilai tawar mereka di kalangan elite. "Mereka selalu mencari peluang untuk meningkatkan pengaruh dan memperluas jaringan, khususnya pada elite politik," ujar sang peneliti, yang memilih tidak mau disebutkan namanya.

Isu pembubaran Ahmadiyah, dinilai peneliti itu, bisa menarik simpati sebagian umat, organisasi besar, juga partaipartai berbasis massa Islam. Selain itu, isu ini bisa meningkatkan posisi tawar Front terhadap pemerintah. "Rizieq mengatakan, kalau Ahmadiyah dibubarkan, FPI akan dukung SBY-satu tawaran yang pasti dipikirkan Presiden," katanya.

Menurut sang peneliti, Front awalnya didukung secara finansial dan logistik oleh beberapa perwira polisi. Meski begitu, menurut sejumlah pensiunan perwira, Front kini makin lepas dari kontrol mereka. Front mulai mengembangkan misi, tujuan, dan jaringan yang independen. Pada tingkat daerah, kata sang peneliti, hubungan FPI dengan polisi lokal sering sangat dekat.

Elite FPI juga tergolong semakin mapan. Peneliti itu menganggap penting masuknya Munarman. Memiliki kantor pengacara Munarman, Do'ak, and Partners, bekas Ketua Lembaga Bantuan Hukum Palembang itu memegang klien penting. Di antaranya PT Indocopper Investama ketika menghadapi gugatan masyarakat Amungme, Papua, Desember lalu.

Indocopper merupakan perusahaan yang dulu dimiliki Grup Bakrie, yang kemudian menjualnya ke Nusamba milik pengusaha Bob Hasan. Belakangan Bob menjualnya kembali ke PT Freeport Indonesia. Bersama Freeport McMoran, induk perusahaan tambang emas ini, Indocopper dan Freeport Indonesia digugat penduduk asli Papua itu. Belakangan, Mahkamah Agung memenangkan Freeport dan Indocopper.

Dihubungi untuk diwawancarai, Munarman mengatakan tidak ingat menangani perusahaan asal Amerika Serikat itu. "Saya sudah lama tidak aktif di kantor hukum," katanya. Adapun soal perkembangan organisasi, Rizieq Shihab menolak menerima wawancara.

(Bersambung)

Sumber: tempointeraktif.com

Tidak ada komentar