Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Dulmatin, Sang Teroris

Liputan6.com, Jakarta: Jenazah yang diduga Dulmatin alias Joko Pitono berada di Rumah Sakit Polri dr Soekanto, Kramatjati, Jakarta Timur, menyusul aksi penggerebegan yang dilakukan Tim Detasemen Khusus 88 di kawasan Pamulang, Tangerang, Selasa (9/3) [baca: Jenazah yang Diduga Teroris Tiba di RS Polri]. Meski kebenaranannya masih dipertanyakan, rumor itu seakan menguak kembali sepak terjang sang teroris.

Dulmatin memili nama asli Joko Pitono. Tapi, ia memiliki banyak nama alias, yaitu Amar Usmanan, Joko Pitoyo, Abdul Matin, Pitono, Muktarmar, Djoko, dan Noval. Ia dilahirkan di Desa Petarukan, Kecamatan Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah, pada 6 Juni 1970.

BBC menyebut Dulmatin dengan julukan si "jenius". Ia dikenal luas sebagai anggota senior kelompok militan Jamaah Islamiyah dan menjadi buronan pemerintah Indonesia, Filipina, dan Amerika Serikat. Bahkan, Amerika menawarkan hadiah sebesarUS$ 10 juta bagi siapa pun yang mengetahui keberadaannya. Hal itu menjadi mengindikasikan pengaruhnya sang teroris.

Menurut Washington, pria peranakan Jawa-Arab dengan tinggi 172 sentimeter dan berat 70 kilogram itu merupakan ahli elektronik yang pernah berlatih di kamp Al Qaida di Afganistan. Sepulang ke Indonesia pertengahan 1990-an, ia menjadi pengunjung tetap salah satu pesantren milik Abu Bakar Ba'asyir di Solo, Jateng.

Bekas calo mobil itu dipercaya sebagai pelindung Azahari Husin atau Dr. Azahari, otak Bom Bali 2002 yang tewas dalam sebuah penyergapan di Batu, Malang, pada 2005. Konon, ia memperoleh keterampilan sebagai jago listrik dari Dr. Azahari.

Menurut Asia Pacific Foundation, Dulmatin adalah sedikit di antara anggota militan yang mampu merakit serta meledakan bom klorat dan nitrat. Namanya melambung di dunia internasional setelah menjadi tokoh kunci di balik serangan bom di dua klub malam di Bali, Oktober 2002. Saat itu, 202 orang tewas.

Tokoh itu juga dipercaya telah memasang salah satu bom yang dihubungkan dengan telepon seluler dengan para pembom bunuh diri di Bali. Bersama Dr. Azahari, ia juga merakit bom mobil yang digunakan dalam serangan itu.

Layaknya Dr. Azahari dan koleganya Noordin Mohamad Top, beberapa analis percaya bahwa Dulmatin terlibat dalam berbagai serangan bom di Asia Timur. Tetapi tidak cukup bukti untuk memperkuat sangkaan ini. Dan sejak 2003, ia dipercaya bermarkas di Filipina Selatan membantu melatih anggota militan lain di kamp rahasia.

Februari 2009 lalu, militer Filipina mengonfirmasikan bahwa Dulmatin tidak terbunuh pada kontak senjata 2007. Namun, ia bersembunyi di hutan belantara di kawasan selatan negara itu.

Waktu itu, Komandan Pasukan Marinir Filipina Mayjen Juancho Sabban menegaskan bahwa ia ada di Provinsi Sulu, yang menjadi basis kelompok teroris Abu Sayyaf. Bahkan, katanya, buronan Jamaah Islamiyah lainya, Omar Patek, juga berada di daerah itu.

Juanco mengatakan, Umar Patek dan Dulmatin, yang bersembunyi di Filipina setelah Bom Bali 2002, telah melatih para anggota kelompok militan Filipina dan perancang sejumlah serangan bom di negara itu. Pada 2005, ia dikira terbunuh dalam serangan udara olah Angkatan Udara Filipina. Tetapi, ternyata tidak.

Januari 2007, tentara Filipina meyakini bahwa Dulmatin terluka akibat kontak senjata dengan militer ketika bentrok dengan kelompok Abu Sayyaf. Namun, kabar terbaru dari Pamulang, Tangerang, seakan menjadi jawaban baru atas keterangan resmi itu.(ANT/SHA)

Tidak ada komentar