Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Penerimaan Siswa Baru

Saat ini sekolah-sekolah dasar negeri di DKI Jakarta sudah memulai proses penerimaan siswa baru. Ritual tahunan ini kembali bergulir dan nyaris tidak ada yang jauh berbeda dalam proses dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Selain harus memenuhi syarat-syarat administratif, para calon siswa juga harus bersaing melewati proses seleksi baik lisan maupun tulisan. Semakin "bonafide" sekolah yang dituju maka akan semakin ketat pula persaingannya. Bahkan ada rekan yang pernah mengeluh, "Mau masuk sekolah aja kok susah banget. Kayak mau ngelamar kerja aja...!"

Memang di beberapa sekolah dasar unggulan, apalagi yang bertitel SSN, RSBI dan SBI, seleksi penerimaan siswa baru tidak hanya melalui tes tertulis tapi juga ada tes lisan dan membaca. Selain itu juga masih ada satu proses lagi yaitu wawancara. Bukan hanya calon siswa yang mengikuti wawancara tapi juga orang tuanya.

Dalam wawancara ini para calon siswa akan dilihat kemampuan dan kesiapannya untuk mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah tersebut. Jika secara mental dan psikologis dianggap belum atau kurang memenuhi syarat maka calon siswa tersebut harus bersiap mencari sekolah lainnya.

Dalam wawancara tersebut, para calon siswa akan diajukan beberapa pertanyaan seputar diri sendiri dan lingkungan terdekat yang dikenalnya. Dari situ akan dilihat kemampuan berinteraksi, kemandirian dan kematangan berpikirnya.

Namun ada pertanyaan menarik dalam wawancara yang pernah diikuti oleh anak saya ketika masuk ke sekolahnya sekarang, "Ayah kamu kerja dimana dan kalau berangkat kerja naik apa?"

Sepintas itu adalah pertanyaan sederhana yang memang tidak terlalu sulit dijawab oleh seorang anak yang sudah siap masuk sekolah dasar. Yang menarik adalah maksud dari pertanyaan itu. Ternyata si penanya sedang berusaha menggali informasi tentang latar belakang keluarga calon siswa. Dan karena pertanyaannya seputar pekerjaan orang tua dan kendaraan untuk berangkat kerja, maka dapat diduga kemana arah pertanyaan tersebut.

Bagi sekolah unggulan, baik yang berstatus percontohan, SSN, RSBI atau SBI, tentu begitu banyak kebutuhan terkait biaya operasional. Semua itu menjadi begitu penting dalam menjaga kualitas pendidikan sesuai standarnya. Dan seperti yang kita ketahui bersama, pihak sekolah masih sering mengeluh kekurangan dana. Sementara pemerintah tampaknya belum berhasil memberikan seluruh kebutuhan yang dipelukan sekolah.

Program "Pendidikan Gratis" tampaknya masih belum sepenuhnya menjadi realita. Bahkan menjadi masalah baru bagi para guru dan pihak manajemen sekolah. Di satu sisi mereka tidak lagi boleh memungut dana dari orang tua murid. Tapi bantuan pendidikan lewat BOS dan BOP masih dirasakan kurang dan konon juga suka terlambat.

Hal yang sedikit berbeda hanya berlaku bagi sekolah berstatus RSBI dan SBI yang memang diperbolehkan memungut dana dari para orang tua murid.

Akibatnya tentu saja sekolah akan kembali melirik orang tua murid untuk dijadikan sumber pemasukan dana. Hanya saja agar tidak kesandung masalah, proses penarikan dana ini kemudian dialihkan ke komite sekolah yang memang tidak dilarang untuk mengumpulkan dana dari para orang tua murid.

Trik ini sebenarnya sudah sejak lama diterapkan sekolah. Kalau dulu ada POMG maka sekarang berganti nama menjadi komite sekolah.

Agar sekolah bisa terus mendapatkan dana tambahan dari para orang tua murid untuk menutupi biaya operasionalnya. Maka "kualitas" para ortu itu menjadi penting. Di sinilah maksud pertanyaan tadi, "Ayah kamu kerja dimana dan kalau berangkat kerja naik apa?"

Selain melihat kemapuan ortu dari segi finansial. Penting juga untuk mengetahui kesediaan para ortu tersebut untuk mendukung setiap kebijakan sekolah yang terkait biaya. Istilah yang sering digunakan adalah "kepedulian". Maka para ortupun juga mesti menjalani sebuah wawancara untuk melengkapi proses penerimaan siswa baru di sekolah dasar idaman.

Secara teori, sebenarnya kepedulian tadi tidaklah harus berupa kesediaan untuk menyumbang sejumlah uang atau barang. Tapi juga bisa dengan tenaga, waktu atau sumbangan pemikiran. Yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah bagi anak didiknya.

Sebagai contoh, sekolah anak saya sekarang telah memiliki sebuah lab komputer dengan 14 buah laptop hasil sumbangan sebuah perusahaan. Kebetulan ada orang tua murid yang memang mau dan mampu meluangkan tenaga, waktu dan pikirannya sejak proses pembuatan proposal hingga instalasi. Untuk menghemat biaya, proses instalasi dan setup dilakukan sendiri.

Walhasil, kini lab komputer yang sederhana namun "canggih" telah terwujud tanpa sedikitpun memungut dana dari sekolah ataupun orang tua murid. Tinggal bagaimana memanfaatkan fasilitas ini dengan sebaik mungkin.

Namun sayangnya cerita seperti itu masih jarang sekali terdengar. Kepedulian terhadap sekolah lebih sering diartikan dalam bentuk sumbangan material. Sekolah (termasuk komite) masih kurang kreatif dalam menggali sumber daya yang ada.

Maka, jika anda tengah mendaftarkan anak anda di salah satu sekolah dasar unggulan di DKI Jakarta, ajarilah anak anda agar siap dengan pertanyaan, "Ayah kamu kerja dimana dan kalau berangkat kerja naik apa?"

*Artikel ini juga dimuat di herryanto.com

Tidak ada komentar