Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Wagimanisme

Wagiman. Sebuah nama yang biasa saja. Akan tetapi, nama itu sesungguhnya begitu melekat di jantung hati Sukarno. Wagiman adalah sebuah inspirasi. Wagiman adalah sebuah potret bangsa yang terjajah. Wagiman adalah orang miskin harta tetapi kaya hati. Ia tinggal tak jauh dari rumah keluarga Bung Karno di Mojokerto.

Jabatan Wagiman di desanya adalah Kabayan. Atas jabatannya itu ia berhak mengelola tanah bengkok yang tidak seberapa. Dari tanah bengkok itulah ia bercocok tanam dan menghidupi keluarganya. Cukup? Jauh dari cukup. Wagiman terbilang melarat untuk ukuran segala zaman. Bayangkan, jika kemarau, dari dalam rumah bisa melihat langit dari lubang-lubang atap rumah yang bolong-bolong. Jika musim hujan, dipan beralas tikar serta lantai yang tanah itu, basah kuyup akibat terobosan air yang tumpah dari langit.

Di rumah Wagiman inilah sebenarnya, spirit Marhaenisme Bung Karno tumbuh. Usianya belum lagi 12, ketika ia masih sekolah di ELS Mojokerto. Hampir setiap hari, Sukarno melawat ke rumah Wagiman. Sambil menemani Wagiman mencangkul pekarangan… Wagiman mengasah cangkul, parang, dan perlengkapan bercocok-tanam… Wagiman duduk leyeh-leyeh di serambi rumah… Bung Karno memasang kuping untuk semua yang keluar dari mulut Wagiman.

Sesekali, Wagiman melantunkan tembang Jawa yang sarat makna. Sebait dilantunkan, kemudian berhenti dan menerjemahkan makna yang terkandung dalam bait tembang itu. Selarik bait tembang dilantukan, Wagiman berhenti lagi dan menjelaskan apa maksud dari syair tembang tadi….

Pada kali yang lain, Wagiman menceritakan babat Ramayana… babat Mahabharata, mengisahkan ephos Pandawa dalam dunia pewayangan. Wagiman pun mendalang, dan Bung Karno makin tenggelam menyimak lakon yang dimainkan Wagiman. Mata Sukarno yang berbinar-binar, menatap tajam ke arah Wagiman. Yang ditatap, tetap saja asyik mendalang dan bercerita sambil tetap melakukan apa yang sedang ia lakukan.

Dari Wagiman pula Bung Karno banyak mendapatkan hakikat kerakyatan. Dari Wagiman pula Bung Karno mengetahui betapa penjajahan telah memelaratkan bangsanya. Dari Wagiman pula Bung Karno terlecut hati untuk memerdekakan bangsanya. Dalam bahasa Cornelis Lay (UGM – Yogyakarta), ide Marhaenisme yang dicetuskan Bung Karno, sejatinya sudah ada dalam benak Sukarno ketika di Mojokerto bergaul intens dengan Wagiman.

Seperti halnya Sarinah, sejatinya Wagiman merupakan sosok penting pembentuk karakter Bung Karno. Terkadang saya hanya bisa merenung, terlambatkah jika saat ini kita melacak jejak-keturunan Wagiman? Sekali lagi, Wagiman pastilah orang yang sangat penting bagi Sukarno. Niscaya, Bung Karno tidak akan keberatan jika ajarannya yang terkenal tentang Marhaenisme itu, disebut pula sebagai Wagimanisme. 

(roso daras)

Sumber: rosodaras

Tidak ada komentar