Think before you speak. Read before you think

Breaking News

AT Mahmud, Kerisauan Seorang Pendidik

Oleh: Tonny D Widiastono

Februari 2010 merupakan bulan istimewa bagi pencipta lagu anak-anak, Abdullah Totong Mahmud, atau lebih dikenal dengan AT Mahmud. Tanggal 3 Februari lalu, pria jangkung berkumis putih melintang ini memasuki usia 80 tahun. Istrinya, Mulyani, pada tanggal yang sama memasuki usia 76 tahun. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai tiga anak, yaitu Ruri Mahmud, Rika Mahmud, dan Revina Ayu.

Anggota keluarga AT Mahmud kini sudah kian besar dengan hadirnya sejumlah cucu. Meskipun memasuki usia istimewa, tak tampak kesibukan menonjol di rumah AT Mahmud di Jalan Tebet Barat, Jakarta. Satu-satunya karangan bunga datang dari sebuah perusahaan rekaman. Selebihnya, tak ada apa-apa.

"Memang tidak ada apa-apa. Rencananya hari Minggu nanti akan ada pengajian dengan tetangga," kata Mulyani.

Saat menerima Kompas, pria kelahiran Palembang, yang menyelesaikan pendidikan HIS hingga SMA di kota asalnya itu, terlihat tak segagah dulu. Konsentrasinya mulai berkurang, kesehatannya pun tak lagi prima, dan kemampuan pendengaran telinga kiri juga menurun. Itu semua terjadi setelah AT Mahmud terkena serangan stroke ringan pada Februari 2007. Sejak itu, aktivitasnya mulai banyak berkurang.

"Kegiatan pagi hari saya adalah jalan kaki mengelilingi kompleks, lalu makan telur dan minum susu. Setelah itu, saya baru mencari kegiatan yang lain. Dulu, beberapa kali masih melayani wawancara mahasiswa yang akan membuat skripsi. Tetapi, sejak tahun lalu, kegiatan itu dihentikan," ujar pencipta lagu Pelangi, Ambilkan Bulan, dan ratusan lagu anak-anak lainnya itu.

AT Mahmud tak lagi ingat, bagaimana dan mengapa ia terjun ke dunia lagu anak-anak. Latar belakang pendidikannya adalah Bahasa Inggris di IKIP Jakarta dan pernah mengecap pendidikan di The University of Sydney, Australia, selama setahun.

Namun, sejauh ingatannya, persentuhan dengan lagu anak-anak dialami AT Mahmud saat di HIS di Palembang. Atas kegigihannya menekuni lagu anak-anak itulah, AT Mahmud pernah dipercaya TVRI untuk merancang dan mengasuh acara bagi anak-anak, Ayo Menyanyi, dengan pemandu Ibu Fat. Juga, acara Lagu Pilihanku dengan pemandu Ibu Mul, yang tak lain adalah istrinya sendiri.

"Saya tak ingat lagi, berapa ratus lagu yang sudah saya buat. Mungkin lebih dari 700 atau 800 buah. Yang tercetak di buku Pustaka Nada terbitan Grasindo saja ada lebih dari 300 buah. Dan, berapa lagu yang ada pada buku Amalku, yang berisi lagu-lagu bernapaskan Islami atau pada buku Nyanyian Dua Suara. Saya tak ingat lagi," katanya.

Risau

Berbicara tentang lagu anak-anak, kita tidak bisa melupakan nama-nama, seperti almarhum Pak Dal, Pak Kasur, dan Ibu Kasur. Mereka umumnya guru yang sering berkumpul dengan anak-anak. Hal ini mendorong mereka menciptakan lagu yang sesuai perkembangan psikologi anak. Maka, lahir lagu anak-anak untuk permainan, atau yang berbicara tentang alam, atau mengungkap kasih orangtua.

Bagi AT Mahmud sendiri, kebebasan dari orangtua telah mendorongnya untuk membuat lagu anak-anak yang bertutur tentang alam atau kebesaran Tuhan, seperti tecermin dalam lagu Pelangi, Bintang Kejora, dan Amelia. Meskipun sudah banyak membuat lagu anak-anak, AT Mahmud masih terus merasa risau. Ini adalah kerisauan seorang pendidik. Pasalnya, meskipun banyak lagu anak-anak sudah tercipta dari sejumlah komponis, tetapi yang dikenal hanya beberapa.

Bagaimanapun juga, seni—termasuk lagu—mempunyai fungsi sosial. Artinya, karya itu baru berarti bila dikomunikasikan. Sebagus apa pun lagu, jika tidak dikomunikasikan, tidak akan dikenal. Sebaliknya, sejelek apa pun lagu jika terus diekspos, akan tertanam di benak dan dianggap bagus.

"Maaf, ya, saat ini, media televisi kita lebih banyak memberikan porsi musik untuk konsumsi orang dewasa. Ada pop, ada jazz, ada dangdut, keroncong, dan lainnya. Untuk anak-anak? Mana? Dalam persaingan televisi yang kian ketat, kebutuhan anak-anak akan lagu-lagu mereka sepertinya terlupakan. Mungkin media lupa bahwa mereka juga harus mengemban aspek pendidikan," kata AT Mahmud terpatah-patah.

Maka, tidak perlu heran bila sekarang ini perbendaharaan lagu-lagu yang dimiliki anak-anak lebih banyak berisi lagu-lagu dewasa. Anak-anak kecil sudah fasih menyanyikan lagu-lagu cinta.

"Anehnya, kita semua sering merasa biasa saja. Seolah tidak ada yang perlu dirisaukan. Tetapi, saya amat risau dengan keadaan ini," tutur AT Mahmud.

Peran sekolah

AT Mahmud juga menyoroti kurangnya perhatian kita terhadap musik anak-anak. Sejauh ini, kita belum pernah berbicara, seperti apa sebenarnya musik anak-anak itu, bagaimana aransemennya, alat musik apa yang cocok untuk anak-anak.

Yang terjadi, musik anak-anak sering sudah diplot sehingga yang terlahir bukan lagi musik anak-anak murni, tetapi tak lebih dari musik orang dewasa yang dimainkan anak-anak.

Perlu dipahami, anak-anak amat suka dengan bunyi-bunyian. Maka, kepada mereka selayaknya diberi alat musik perkusi, tamborin, drum, simbal, dan lainnya yang bisa dipukul- pukul. Bunyi-bunyi yang dipukul berirama akan mendorong imajinasi anak. Dan, pada saat itu, imajinasi anak bisa berkembang, mengembara tanpa batas.

Hilangnya lagu-lagu anak juga disebabkan oleh sekolah yang tak lagi memberikan perhatian pada pelajaran kesenian ini. Dalam kurikulum, mata pelajaran menyanyi digabungkan dengan paket pelajaran kerajinan dan kesenian. Di dalamnya, tercakup keterampilan, seni rupa, seni musik, seni tari, dan lainnya dengan waktu yang tak lebih dari dua jam pelajaran.

Cukupkah waktu dua jam? Padahal, pelajaran seni itu terkait upaya mengasah kepekaan jiwa, menumbuhkan harmoni, dan menghargai keindahan. Agaknya, penyatuan seluruh pelajaran kesenian diarahkan pada keterpaduan.

"Masalahnya, mampukah para guru kita menangani seluruh pelajaran kesenian itu? Pada akhirnya, yang diajarkan adalah pelajaran tentang seni, bukan bagaimana berkesenian. Saya menduga, banyak guru SD yang mengalami kesulitan dalam mengajarkan kesenian," lanjut AT Mahmud.

Sumber: Kompas.com


Tidak ada komentar