Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Perlukah Tamu Hotel Terima Asuransi?

Pihak asuransi masih belum bisa menjamin keramahan, kenyamanan dan keamanan tamu hotel

Pipiet Tri Noorastuti, Nicolaus Tomy Kurniawan
Sebanyak 40 Manager Hotel dan Resort se-Jabodetabek berkumpul di Hotel JW Marriott, Mega Kuningan Jakarta, Kamis 27 Agustus 2009 sore. Bersama para penyedia jasa industri keramahtamahan(hospitality industry), mereka membicarakan asuransi kecelakaan diri bagi para tamu hotel.

"Pertemuan ini menunjukkan kami tidak takut teror," kata Harry D Nugraha, pembawa acara ini.

Menurut dia, dipilihnya JW Marriott sebagai tempat pertemuan adalah sebagai bentuk rasa solidaritas atas musibah 17 Juli 2009 lalu. Selain itu untuk memberikan dukungan antar sesama pengusaha perhotelan untuk tetap meningkatkan pelayanan terhadap tamu.

Dalam pertemuan yang diselenggarakan di Dua Mutiara Ballroom Hotel JW Marriott Jakarta ini, juga dilakukan dialog interaktif mengenai resiko yang pernah dialami para pengelola hotel atas tamunya dan bentuk penyelesaiannya dari pihak hotel.

Dalam forum itu, terungkap bahwa beberapa asuransi baik dari pihak hotel maupun asuransi yang ada masih belum bisa menjamin keramahan, kenyamanan dan keamanan tamu hotel.

"Tamu kami pernah kecopetan," ungkap Purwantono, Manajer Hotel Horison Bekasi. Namun, bagi dia pihak hotel tidak bisa mengganti karena kejadian di luar hotel. "Apalagi Bekasi dengan kriminalitasnya yang cukup tinggi," imbuh dia.

Momo Maulana, presiden direktur komisaris PT. Raise Indonesia Satu, mengatakan kasus force majeure atau kejadian yang tak bisa dihindari hingga saat ini, oleh pihak pengelola hotel masih dianggap sebagai faktor kesialan tamu.

"Jari terjepit lift, kepala tertimpa shower atau jatuh di jalan masih kurang diperhatikan pihak hotel," terang dia. Padahal, menurut dia, itu akan mempengaruhi kenyamanan pelanggan.

Kasus force majeure lainnya seperti bencana alam, kebakaran hingga aksi teror, kata dia, tidak harus dihindarkan, melainkan dihadapi secara terbuka. Yakni dengan turut dalam asuransi kecelakaan diri.

Andrianto Soekarnen, editor majalah Venue,mengatakan pihak hotel justru seharusnya melaksanakan standar operasi prosedur (SOP) secara maksimal serta mengelola manajemen resiko dengan benar. "Asuransi adalah nomor kesekian," kata dia.

Yang pertama dilakukan, kata dia, adalah bagaimana supaya tidak terjadi kecelakaan. Yaitu dengan melengkapi insfrastruktur hotel sesuai standar dan meningkatkan profesionalitas sumber daya manusia.

Kedua adalah bagaimana mengatasi saat kecelakaan terjadi. "Apakah ada treatment atau malah disalahkan," papar dia. Baru yang ketiga adalah asuransi sebagai proteksi.

Sementara itu, Sudaryatmo, pengacara publik YLKI, mengatakan perlindungan konsumen harus diperhatikan pihak hotel, terutama pertolongan pertama pada kecelakaan. "Kami belum melihat komitmen hotel melaksanakan SOP secara maksimal," kata dia.

Menurut dia, menyelamatkan korban sebagai pertolongan pertama harus dilakukan. "Beberapa kasus yang ada, korban meninggal dunia karena pertolongan yang terlambat," terang dia. "Jangan menjadikan ketidakamanan sebagai bisnis dengan menjual jasa keamanan dan asuransi," tandas dia.

• VIVAnews



Tidak ada komentar