Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Laan Trivelli di Tanah Abang

Laan Trivelli di Tanah Abang (Foto: Arsip Nasional)
Foto awal abad ke-20 menunjukkan jalan raya yang diabadikan dari sudut Gang Trivell (kini Jalan Tanah Abang II), Jakarta Pusat menuju Pasar Tanah Abang. Dari kejauhan, tampak trem listrik dari Pasar Ikan-Harmoni menuju Tanah Abang. 

Di sepanjang jalan yang dilewatinya, berjejer tiang listrik di Jalan Abdul Muis (dulu Jalan Tanah Abang Bukit). Di sebelah kiri di depan jalan berbatu kerikil yang lebar atau biasa disebut laan, terlihat deretan rumah-rumah vila bercat putih penuh tanaman yang teratur rapi. 

Terlihat delman sedang melintas di jalan tersebut mencari penumpang. Ketika itu, sebagian besar orang Betawi berprofesi sebagai penarik delman. Di kampung-kampung, terdapat banyak istal (tempat kandang kuda). 

Tanah Abang ketika itu merupakan bagian dari Weltevreden (daerah lebih nyaman) bersama Gambir dan Pasar Baru, setelah warga Belanda ramai-ramai hijrah dari kota lama di Pasar Ikan. Rumah-rumah vila yang berjejer di Jalan Abdul Muis kini tidak ada satu pun yang tersisa. Kini menjadi perkantoran dan pertokoan serta kegiatan bisnis yang telah menyatu dengan Pasar Tanah Abang. 

Pasar yang pernah dijuluki 'pasar kambing' itu, kini terus meluas sampai ke Kebon Kacang (terdapat 30 gang), Jalan KH Mas Mansyur, Kebon Melati, Petamburan, Bendungan Ilir, hingga Kuningan. Itu menunjukkan bagaimana pesatnya bisnis di pasar ini, yang didirikan 271 tahun lalu. 

Di antara gedung lama yang masih tertinggal di Tanah Abang adalah Masjid Al-Makmur, masjid bersejarah yang dibangun abad ke-17 oleh dua bersaudara dari Kerajaan Islam Mataram ketika menyerang Batavia pada 1628 dan 1629. 

Nama-nama jalan 

Di masa kolonial, Belanda selalu membanggakan nama-nama jalan, tempat, dan kampung di Batavia dengan meniru nama di negaranya. Termasuk, tokoh masyarakat, raja, dan ratu mereka. 

Di Laan Trivelli, terdapat markas Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres). Di sebelahnya, Jalan Tanah Abang I dulu bernama Kerkhoflaan. 

Di jalan ini, terdapat Museum Prasasti tempat pemakaman warga Eropa/Kristen berdampingan dengan kantor wali kota Jakarta Pusat. Di sini, kita dapati prasasti sejumlah gubernur jenderal dan makam warga Belanda/Eropa yang meninggal di Batavia. Makam-makam dalam bentuk prasasti ini telah dipindahkan ke sini dari pemakaman di kota lama, yang terletak di samping Museum Sejarah DKI Jakarta. 

Masih di kawasan Tanah Abang, Jalan Tanah Abang III dulunya bernama Laan de Riemer, nama orang Belanda yang pernah mendiami jalan tersebut pada abad ke-19. Bersebelahan dengan jalan ini adalah Jalan Tanah Abang IV, yang pada masa kolonial bernama Laan de Briljkop dan oleh lidah Betawi disebut Gang Brengkop. Jalan Tanah Abang V bernama Gang Thomas juga mengabadikan nama warga Belanda yang tinggal di jalan ini. 

Di Jalan Tanah Abang V, tempat almarhum mantan menlu Ali Alatas dibesarkan. Ayahnya adalah Abdullah Salim Alatas, pernah menjadi guru besar bahasa Arab di Universitas Indonesia. Awal medio 1960-an, ketika Buya Hamka dalam bukunya berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, dituduh plagiat oleh kelompok kiri (Lekra) dari penulis Mesir Manfulutfi, Abdullah Salim Alatas membelanya dalam suatu polemik yang hangat ketika itu.

Sumber: republika

Tidak ada komentar