Pulau Tidung dan Jembatan Cinta
KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT |
Wisatawan mandi dan bermain di jembatan yang menghubungkan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil, di Kepulauan Seribu, Sabtu (14/5/2011). Pulau ini kian dikenal sebagai salah satu destinasi wisata bahari. Pada hari libur, pulau yang memiliki lebar sekitar 200 meter dan panjang hanya 5 kilometer, ini ramai dikunjungi wisatawan.
Dari kejauhan, Jembatan Cinta tampak di mata, menandakan Pulau Tidung sudah dekat. Pulau Tidung terletak di Kepulauan Seribu. Menurut Camat Kepulauan Seribu Selatan Safriadi, jembatan tersebut awalnya dibangun untuk menghubungkan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil, tetapi kini menjadi ikon wisata Pulau Tidung. Panjang jembatan tersebut mencapai 800 meter.
Saat Kompas.com berjalan di atas jembatan kayu tersebut, beberapa kayu sudah tampak rusak, lapuk, dan berlubang. Kayu-kayu baru tergeletak di beberapa sisi jembatan. "Tadinya lebih rusak, tapi masyarakat sini yang inisiatif mengumpulkan dana untuk memperbaiki jembatan," kata Bupati Kepulauan Seribu Achmad Ludfi kepada Kompas.com, Sabtu (14/5/2011).
Ia menuturkan, masyarakat bisa merasakan dampak pariwisata pada peningkatan kesejahteraan. Wisatawan yang datang ke Pulau Tidung, lanjut Achmad, memiliki karakteristik yang berbeda. "Wisatawan yang ke sini bukan wisatawan resor. Kami punya resor seperti di Pulau Bidadari. Kalau wisatawan masuk resor, tidak bertemu warga. Kalau di sini, interaksi langsung ke warga, bahkan menginap di rumah penduduk, makan masakan warga. Ada rasa kekeluargaan," katanya. Karena itu, tambahnya, wisata di Pulau Tidung bukan wisata kelas atas, melainkan wisata bersahaja.
"Saat saya akan datang ke sini, saya pikir akan seperti Jakarta dengan kehidupan malamnya, hotel, dan modern. Ternyata masih tradisional. Sangat sederhana, tetapi bagus. Ini cocok untuk orang yang biasa di Jakarta ingin mencari suasana santai yang tidak ramai," tutur Bittle Singh, wisatawan asal India. Berbeda lagi dengan pendapat wisatawan lokal asal Jakarta bernama Ailsa.
"Masyarakat sini masih tidak terlalu komersial. Jadi, sebagai wisatawan tidak merasa terlalu diporotin," katanya. Dengan budget terbatas, wisatawan dapat menikmati wisata bahari layaknya di Bali.
"Kami menginginkan Tidung sebagai Bali-nya Kepulauan Seribu, tetapi dengan harga yang murah. Kalau dihitung-hitung, hanya dengan sekitar 300.000 saja wisatawan sudah bisa berwisata di Tidung dua hari satu malam, sudah dengan makan, homestay, dan snorkeling," tuturnya.
Harga berwisata di Pulau Tidung memang bisa murah apabila wisatawan datang dalam rombongan. Seperti sewa sepeda maupun peralatan menyelam menerapkan harga yang sama walaupun dari pihak penyewa yang berbeda-beda. Sementara harga penginapan sangat fleksibel.
"Satu kamar harganya 300.000 bisa untuk lima orang. Tapi, kalau cuma sendiri, bisa saja lebih murah," tutur Mahmud, salah seorang warga yang mengelola penginapan. Achmad menuturkan, penduduk Pulau Tidung sangat agamis. Karena itu, lanjutnya, awalnya penduduk sempat menentang karena takut wisata akan berdampak pada moral.
"Tapi, kami coba lakukan pendekatan. Karena itu, ini yang membedakan Pulau Tidung. Di sini tidak ada kehidupan malam. Tidak ada pesta diskotek atau miras," tuturnya. Hal senada diutarakan Mahmud. Ia mengungkapkan, kadang kendala saat mengelola penginapan adalah wisatawan asing dengan pakaian minim.
"Kami yang lihat jadi risi dan malu, tapi mau negur juga tidak enak. Kebanyakan tamu asing yang bajunya terlalu terbuka," ungkapnya.
Kendala lain adalah sampah. Seperti tampak di seputaran dermaga Pulau Tidung pada Minggu (15/5/2011). Sampah-sampah berserakan. Beberapa anak tampak memungut sampah. Di Pulau Tidung terdapat insinerator atau tungku pembakaran sampah.
"Kami kumpulkan dan dibakar di insinerator, tapi banyak sampah kiriman dari Jakarta, apalagi saat musim angin barat," tuturnya. Kendala lain, menurut Achmad, adalah ketersediaan air bersih. Lonjakan jumlah wisatawan membutuhkan air bersih yang tidak sedikit.
"Kalau air tanah terus diambil, rongga bawah tanah bisa kosong. Bisa berbahaya untuk Pulau Tidung. Kami masih memikirkan cara terbaik untuk menyediakan air bersih," katanya. Hal lain yang memprihatinkan adalah wisatawan yang menginjak-injak terumbu karang saat snorkeling. Ke depan, beberapa pengembangan wisata telah direncanakan. Salah satunya adalah pembuatan trek sepeda.
"Di Pulau Tidung Kecil akan kami bangun camping ground. Juga pengembangan agro wisata. Kami tanam pohon sukun dan ceremai. Sukun diolah jadi keripik dan ceremai jadi manisan," katanya.
Pulau Tidung memiliki luas 54 hektar. Jumlah penduduk Pulau Tidung mencapai 4.300 jiwa. Saat akhir pekan, jumlah wisatawan sekitar 300-400 orang. Namun, pada saat musim liburan, jumlah wisatawan bisa mencapai lebih dari jumlah penduduk Pulau Tidung itu sendiri.
Sumber: kompas.com
"Masyarakat sini masih tidak terlalu komersial. Jadi, sebagai wisatawan tidak merasa terlalu diporotin," katanya. Dengan budget terbatas, wisatawan dapat menikmati wisata bahari layaknya di Bali.
"Kami menginginkan Tidung sebagai Bali-nya Kepulauan Seribu, tetapi dengan harga yang murah. Kalau dihitung-hitung, hanya dengan sekitar 300.000 saja wisatawan sudah bisa berwisata di Tidung dua hari satu malam, sudah dengan makan, homestay, dan snorkeling," tuturnya.
Harga berwisata di Pulau Tidung memang bisa murah apabila wisatawan datang dalam rombongan. Seperti sewa sepeda maupun peralatan menyelam menerapkan harga yang sama walaupun dari pihak penyewa yang berbeda-beda. Sementara harga penginapan sangat fleksibel.
"Satu kamar harganya 300.000 bisa untuk lima orang. Tapi, kalau cuma sendiri, bisa saja lebih murah," tutur Mahmud, salah seorang warga yang mengelola penginapan. Achmad menuturkan, penduduk Pulau Tidung sangat agamis. Karena itu, lanjutnya, awalnya penduduk sempat menentang karena takut wisata akan berdampak pada moral.
"Tapi, kami coba lakukan pendekatan. Karena itu, ini yang membedakan Pulau Tidung. Di sini tidak ada kehidupan malam. Tidak ada pesta diskotek atau miras," tuturnya. Hal senada diutarakan Mahmud. Ia mengungkapkan, kadang kendala saat mengelola penginapan adalah wisatawan asing dengan pakaian minim.
"Kami yang lihat jadi risi dan malu, tapi mau negur juga tidak enak. Kebanyakan tamu asing yang bajunya terlalu terbuka," ungkapnya.
Kendala lain adalah sampah. Seperti tampak di seputaran dermaga Pulau Tidung pada Minggu (15/5/2011). Sampah-sampah berserakan. Beberapa anak tampak memungut sampah. Di Pulau Tidung terdapat insinerator atau tungku pembakaran sampah.
"Kami kumpulkan dan dibakar di insinerator, tapi banyak sampah kiriman dari Jakarta, apalagi saat musim angin barat," tuturnya. Kendala lain, menurut Achmad, adalah ketersediaan air bersih. Lonjakan jumlah wisatawan membutuhkan air bersih yang tidak sedikit.
"Kalau air tanah terus diambil, rongga bawah tanah bisa kosong. Bisa berbahaya untuk Pulau Tidung. Kami masih memikirkan cara terbaik untuk menyediakan air bersih," katanya. Hal lain yang memprihatinkan adalah wisatawan yang menginjak-injak terumbu karang saat snorkeling. Ke depan, beberapa pengembangan wisata telah direncanakan. Salah satunya adalah pembuatan trek sepeda.
"Di Pulau Tidung Kecil akan kami bangun camping ground. Juga pengembangan agro wisata. Kami tanam pohon sukun dan ceremai. Sukun diolah jadi keripik dan ceremai jadi manisan," katanya.
Pulau Tidung memiliki luas 54 hektar. Jumlah penduduk Pulau Tidung mencapai 4.300 jiwa. Saat akhir pekan, jumlah wisatawan sekitar 300-400 orang. Namun, pada saat musim liburan, jumlah wisatawan bisa mencapai lebih dari jumlah penduduk Pulau Tidung itu sendiri.
Sumber: kompas.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar