Bual Revolusi dari Petamburan (3)
RAPAT mendadak digelar Presiden Yudhoyono, Kamis sore pekan lalu. Wakil Presiden Boediono, menteri bidang hukum, Kepala Kepolisian Jenderal Timur Pradopo, dan Jaksa Agung Basrief Arief datang ke Kantor Presiden, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, pertemuan itu khusus membahas soal Ahmadiyah dan kekerasan oleh organisasi massa. "Kami mencari solusi terbaik," katanya.
Sehari sebelum rapat mendadak itu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menggelar pertemuan dengan
dua petinggi Front, yaitu Rizieq dan Mu-narman. Menurut Gamawan, pertemuan membahas solusi buat masalah Ahmadiyah. Di antaranya empat opsi yang akan ditawarkan pemerintah. "Pada dasarnya, mereka (Front Pembela Islam) setuju," katanya
Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan pemerintah menyiapkan empat opsi penyelesaian masalah Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Pertama, Ahmadiyah menjadi sekte atau agama sendiri dengan tidak menggunakan atribut Islam. Kedua, Ahmadiyah kembali menjadi umat Islam sesuai dengan tuntunan AlQuran. Ketiga, Ahmadiyah dibiarkan saja dengan memandang itu sebagai hak asasi manusia. Terakhir, Ahmadiyah dibubarkan.
Menteri Gamawan mengatakan pemerintah tetap tidak akan menoleransi tindakan anarkistis oleh kelompok semacam Front Pembela Islam. Menurut dia, Kementerian Dalam Negeri masih menunggu proses penyidikan kepolisian. "Kalau memang ada pelanggaran, pasti akan dibekukan," ujarnya.
Selanjutnya, menurut Gamawan, jika sudah dibekukan tapi organisasi massa tersebut tetap melakukan pelanggaran, baru akan dilakukan pembubaran. Nah, pembubaran akan dilakukan melalui Mahkamah Agung. "Pesan Presiden sudah jelas bahwa pembubaran harus sesuai dengan hukum yang berlaku," katanya.
Sekretaris Kabinet Dipo Alam juga memastikan pemerintah tidak tinggal diam melihat berbagai aksi yang dilakukan Front. Soal ancaman penggulingan Presiden Yudhoyono, Dipo menganggapnya sebagai niat melakukan makar. "Memangnya mereka ini siapa?" ujar Dipo.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana mengatakan tuduhan makar baru bisa diberlakukan bila ucapan seseorang diikuti dengan tindakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Meski begitu, mereka yang mengancam revolusi atau kudeta dengan perkataan tetap bisa dijerat hukum. "Mereka bisa dikenai pasal penghasutan," katanya.
BS/Setri Yasra, Yophiandi (Jakarta), Irfan Abdul Gani (Makassar)
Tidak ada komentar
Posting Komentar