Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Patal Senayan, Tak Sekadar Nama

NAMA Patal Senayan boleh jadi tidak berarti apapun bagi sebagian warga Jakarta dan sekitarnya, khususnya mereka yang baru jadi warga Jakarta atau warga Jakarta "generasi MTV". Buat mereka, mendengar dan menyebutkan nama Patal Senayan, seperti mendengar dan menyebutkan nama Rawa Mangun, Kebayoran. Depok. Padahal nama Patal Senayan berawal dari sebuah Pabriteks (Pabrik Tekstil) Senayan yang menghasilkan benang dengan nama Patal (Pabrik Pemintalan) Senayan.

Pabrik ini berdiri berdasarkan Instruksi Presiden RI 1965 dan mempunyai kapasitas produksi 30.000 mata pintal. Pada 1967 Patal Senayan dan pabrik sejenis dilebur menjadi suatu perusahaan negara dengan nama PN Industri Sandang Patal Senayan. Mulai tahun 1970 perusahaan ini telah memperkenalkan proses pembuatan benang campuran seperti sintetis rayon atau sintetis kapas untuk memenuhi permintaan pabrik tenun.

Meski pada 1973 nama Patal Senayan diubah menjadi Pabrik Tekstil Senayan namun di benak banyak warga yang sudah sejak lahir berada di Jakarta, nama Patal Senayan tak tergantikan. Melekat hingga sekarang meski lokasi pabrik kini sudah berubah menjadi apartemen, town house.

Dalam hasil penelitian Dinas Museum dan Sejarah DKI tahun 1992 disebutkan, pembangunan gedung Patal Senayan dimulai tahun 1960 yaitu dengan kegiatan survei dan pembelian tanah. Pembangunan konstruksi dimulai setahun kemudian.

Selanjutnya, selama dua tahun, 1962-1964 pembangunanh ini macet. Menteri Koordinator Perindustrian Rakyat akhirnya membentuk Komando Operasi Proyek- proyek Sandang (KOPROSON) pada 1965. Tahun itu pula pemasangan mesin pemintal dari Jepang, dimulai dan selesai sekitar akhir 1965 dengan produksi 60.000 mata pintal.

Pabrik ini akhirnya dipindah ke Karawang di tahun 1993. Tak hanya pabrik tapi juga seluruh kompleks Patal Senayan diruislag ke PT Indosandang City milik Salim Grup untuk kemudian diruislag lagi. Kawasan Patal Senayan kini mencakup area yang sangat luas di Jakarta Selatan.

Bicara soal pabrik tekstil di Indonesia, sudah dimulai sejak masa kolonial. Dalam buku Identitas dan Postkolonialitas di Indonesia, Budi Susanto menjabarkan, ketika pasar tekstil di Eropa mulai jenuh, maka industri tekstil di Belanda yang berpusat di Twente terpaksa merelokasi pabrik-pabriknya ke Hindia Belanda. Dengan tenaga kerja terampil nan murah, Jawa Barat muncul sebagai sentra industri tekstil baru. Pada tahun 1937 jumlah pabrik tekstil di Hindia Belanda mencapai 123 pabrik, dari sebelumnya hanya 90 saja.

*Kompas.com


Tidak ada komentar