Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Korupsi, Biang Kebangkrutan VOC

DI masa kolonial, negeri ini mengenal dua golongan gubernur jenderal. Pertama Gubernur Jenderal VOC yang berkuasa sejak masa awal Kongsi Dagang Belanda ini bercokol di Nusantara hingga tahun 1799 ketika perusahaan dagang ini bangkrut. Golongan kedua adalah gubernur jenderal yang berkuasa setelah VOC bangkrut. Para gubernur jenderal di masa VOC terang saja lebih makmur ketimbang gubernur jenderal setelah VOC bangkrut.

Gubernur Jenderal VOC legendaris, Jan Pieterszoon Coen, tercatat menerima gaji 700 gulden/bulan ditambah "uang meja" sebesar 1.000 gulden selama setahun. Itu di periode jabatan pertama. Ketika Coen kembali diangkat untuk kali kedua, ia digaji 1.200 gulden/bulan plus "uang meja" 200 gulden/bulan serta makanan dari persediaan makanan milik VOC. Persediaan makanan itu misalnya, anggur, bir Belanda, daging babi dan sapi, mentega, beras, dll.

Tentu saja gaji gubernur jenderal setelah Coen semakin tinggi seiring dengan makin makmurnya VOC. Penghasilan tambahan di luar gaji juga lebih banyak. Berbeda ketika VOC bangkrut di sekitar tahun 1799 dan kemudian bubar, demikian seperti dicatat oleh Thomas B Ataladjar dalam buku Toko Merah Saksi Kejayaan Batavia Lama di Tepian Muara Ciliwung, gaji Gubernur Jenderal VOC 1.400 gulden/bulan dengan "uang meja" 400 gulden. Jika tak ada penghasilan tambahan (baca: korupsi) maka sang gubernur jenderal tak mungkin bisa menyimpan banyak. Singkatnya, hidup susah.

Kejatuhan VOC tak lain akibat sifat rakus para petingginya hingga korupsi merajalela dan tak tertahankan. Jual beli jabatan empuk dan basah kepada sahabat dan kerabat dekat biasa dilakukan sang gubernur VOC. Bayangkan, untuk sebuah jabatan, calon pejabat harus setor kontan 50.000 gulden ditambah 7.000 ringgit/bulan. Alhasil, ketika seseorang mendapat jabatan maka ia berusaha untuk mendapat jumlah dua kali lipat dari yang sudah ia keluarkan. Caranya? Penyelewengan dan pemerasan.

Untuk jabatan kepala, bisa memberi 50.00 gulden/tahun ke gubernur sebagai balas jasa. Pemegang hak pungut pajak Tionghoa, khususnya pajak judi, turut menyumbang kekayaan ke gubernur jenderal. Demikian pula tukang lelang di Batavia yang jadi penyumbang isi kocek sang gubernur VOC.

Membaca mentalitas petinggi VOC sekian abad lalu, sepertinya sudah tak asing lagi pada keadaan yang sesungguhnya di abad milenium ini.

WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar