Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Di Manakah Pantai Sampur?

JAKARTA Utara kini sudah resmi memiliki 12 destinasi wisata pesisir. Destinasi itu antara lain Pelabuhan Sunda Kelapa, Stasiun KA Tanjungpriok, Kampung Tugu, Rumah Pitung, Hutan Bakau Muara Angke, pusat belanja Manggadua, dan Ancol Taman Impian.

Sebuah terobosan yang patut diacungi jempol karena dari semua wilayah di Jakarta ini, baru Jakarta Utara yang sudah dengan sadar menggunakan potensi wisata yang ada di wilayahnya untuk makin diminati dengan cara menyatukan semua di dalam satu destinasi bertema pesisir.

Meski tentu, si empunya wilayah harus tetap menggali potensi yang meskipun tak lagi meninggalkan bekas secara fisik, tapi tetap melekat di benak banyak warga. Contohnya Pantai Sampur. Pantai yang pernah begitu beken baik di kalangan warga Belanda maupun masyarakat di Jakarta ini, kini sudah tak ada bekasnya. Sejarah dan keberadaan pantai ini pun sulit dilacak.

Pantai Sampur adalahadalah nama yang diberikan warga Jakarta untuk Zandvoort. Orang Belanda menyebut nama pantai yang dulu letaknya tak jauh dari Cilincing sebagai Zandvoort, nama yang sesuai dengan nama kawasan di Provinsi Belanda Utara. Di negeri tersebut, Zandvoort adalah satu dari pantai panjang yang dijagokan di Belanda. Kawasan pantai di negeri keju ini sudah ada sejak tahun 1100.

Di Batavia, atau Jakarta, Belanda sudah melihat potensi wisata pantai yang bisa digarap menjadi pantai publik. Pantai itu masih menyajikan air laut yang jernih sehingga mereka suka menghabiskan waktu di pantai yang akhirnya jadi kebanggaan mereka. Pantai itu diberi nama Zandvoort.

Lidah Betawi melafalkan Zandvoort menjadi Sanpor untuk kemudian menjadi Sampur. Ke sinilah warga Jakarta pergi mandi-mandi dan menikmati laut, zonder betalen, pula. Noni-noni Belanda pun gemar jalan-jalan di pantai ini. Kini untuk menikmati pantai, deburan ombak, orang harus membayar karena kawasan pantai sudah dikelola oleh PT Pembangunan Jaya Ancol.

Dari berbagai catatan yang hanya sedikit-sedikit, ditemukan kisah bahwa pantai ini berfungsi dan ramai didatangi warga di seputaran tahun 1950-an hingga 1970-an. Yang pasti jika generasi sekarang ditanya tentang Pantai Sampur, tentu lebih banyak yang tak bisa menjawab. Apalagi tentang lokasi pantai itu yang memang sudah lenyap.

Seorang arkeolog yang pernah menghabiskan masa kecil di Sampur, mengisahkan, Pantai Sampur sudah dimulai dari awal abad 19 ketika sudah terbentuk Kotapraja Batavia. “Di sana dulu banyak rumah bergaya Indies, rumah besar-besar,” ujarnya.

Candrian Attahiyyat, arkeolog yang pernah tinggal di Sampur, juga mengatakan, tak jauh dari pantai itu ada Yacht Club yang kemudian menjadi Bahtera Jaya. Hingga sekitar tahun 1993, Pantai Sampur masih ramai sebagai pantai publik di mana orang bisa jogging, jalan-jalan, atau sekadar melihat pemandangan lain, prostitusi kelas bawah. “Prostitusi resmi dulu kan di Kramat Tunggak, yang enggak resmi di Pantai Sampur,” imbuh Candrian yang juga menjabat sebagai Kepala UPT Kota Tua. Hingga 1993, kawasan ini kemudian berganti fungsi. Warga direlokasi karena kawasan ini akan dijadikan gudang peti kemas oleh putra bungsu mantan penguasa negeri ini.

Meski tak menikmati masa keemasan pantai ini, namun Candrian masih sempat melewati masa di mana orang bebas merasakan deburan ombak, berjalan-jalan di pantai, melihat matahari tenggelam. “Itu dulu pantai publik yang tenar, saingannya Pantai Cilincing. Tapi tahun 1960-an Cilincing sudah rusak, pohon kelapa enggak ada lagi. Padahal dua pantai ini pemandangannya bagus,” katanya.

Pantai Sampur juga disebut-sebut dalam tulisan Arif Kurniawan “Perawan dari Pantai Sampur”. Ia melukiskan pantai ini dan sebuah kampung bernama Sampur dulu begitu nyaman dan damai hingga datanglah iblis yang memorakporandakan kawasan tersebut, yaitu peristiwa Tanjungpriok di awal 1980-an.

Baik Sampur dan Cilincing kini tinggal kenangan. Masih ada secuil pantia di Marunda yang tak lagi pantas disebut pantai. Kini kawasan itu penuh dengan kontainer, pabrik. Sisa-sisa pengaturan nama jalan di kawasan Sampur yang semuanya berawalan dengan huruf D, pun tak lagi berbekas.

Lokasi Pantai Sampur itu kini berubah menjadi gudang peti kemas. Kontainer juga mengisi setiap jengkal kawasan di sana seperti yang terjadi pada banyak titik bersejarah di Jakarta Utara. Kontainer merambah dan mengambil habis kawasan yang dijagokan jadi destinasi pesisir, Kampung Tugu dan Marunda. Destinasi pesisir tanpa pantai publik rasanya kurang pas.

WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto

Sumber: .kompas.com

Tidak ada komentar