Kampung Bandan Kampung Para Budak
Kampung Bandan saat ini akrab dengan banjir. Beginilah pemandangan di Jalan Kampung Bandan, Kelurahan Ancol Barat, Pademangan, Jakarta Utara, ketika terjadi air pasang atau hujan lebat turun.
PEMANDANGAN kumuh, kotor, langsung terlihat begitu kita melewati kawasan bernama Kampung Bandan di Jakarta Utara. Di kampung ini, seperti juga kehidupan liar di sepanjang rel kereta api, masalah kebersihan dan kesehatan bukan sesuatu yang mutlak harus ada. Perangkat MCK tak selalu digunakan dengan semestinya, itu pun kalau memang ada MCK yang layak.
Buku Asal Susul Nama Tempat di Jakarta terbitan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman tahun 2004 mencatat ada tiga kemungkinan asal muasal mengapa kawasan ini disebut Kampung Bandan. Pertama, kampung yang berlokasi di dekat Pelabuhan Sunda Kelapa ini diperkirakan berasal dari kata Banda, pulau di Maluku.
Ditengarai ada sekumpulan masyarakat Banda, di zaman Batavia, yang menghuni kawasan ini. Penyebutan ini disebut lazim mengingat kasus lain punya kemiripan seperti penyebutan nama kampung China sebagai Pecinan, nama tempat memungut pajak atau cukai (bea) disebut Pabean, dan Pekojan sebagai perkampungan orang Koja (Arab).
Banda juga bisa berasal dari kata Banda dalam bahasa Jawa yang berarti ikatan - dibanda (diikat). Ini dihubungkan dengan peristiwa yang sering dilihat oleh warga pada zaman pendudukan Jepang. ketika itu Jepang sering membawa pemberontak dengan tangan terikat melewati kampung ini untuk dieksekusi di Ancol.
Kemungkinan ketiga adalah bahwa Banda merupakan pengucapan dari kata pandan. Pasalnya di masa lalu kampung ini dipenuhi pohon pandan sehingga warga menyebut Kampung Pandan - kemudian menjadi bandan.
Apapun, yang pasti sejarah menyebutkan, kampung ini merupakan penampungan budak dari Pulau Banda, Maluku, ketika JP Coen menaklukkan pulau itu pada 1621. Pembantaian besar-besaran dilakukan Coen, mereka yang selamat diboyong ke Batavia. Dalam catatan Warta Kota, budak-budak tadi memberontak melawan VOC di Marunda.
Setelah periode perbudakan usai, tawanan tadi dipekerjakan di Pasar Ikan. Pasalnya, kawasan kampung dekat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, yang otomatis dekat dengan Pasar Ikan. Mereka tetap mendiami kampung tersebut, tumbuh berkembang dan beranak pinak. Di kawasan itu akhirnya dibangun pula jalur kereta api, yaitu ketika Pelabuhan Tanjung Priok (baru) dibangun. Jalur kereta api itu untuk menghubungkan Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pelabuhan Tanjung Priok. Stasiun Kampung Bandan, inilah yang masih tersisa dari cerita ketika Jakarta masih bernama Batavia.
Selain stasiun sebuah masjid tua, Masjid Kampung Bandan, juga masih berdiri dengan pemandangan jalan tol ke arah bandara. Di antara kekumuhan, kondisi tak sehat, kotor, berantakan, kawasan ini tetap layak menjadi tujuan wisata karena menyisakan stasiun dan masjid dari abad 19. Kampung Bandan dalam peta kawasan Kota Tua sesuai dengan Peraturan Gubernur No 34 tahun 2006 adalah batas bagian timur. Jadi tempat ini pun masuk dalam program revitalisasi Kota Tua.
WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto
Sumber : Kompas.com
PEMANDANGAN kumuh, kotor, langsung terlihat begitu kita melewati kawasan bernama Kampung Bandan di Jakarta Utara. Di kampung ini, seperti juga kehidupan liar di sepanjang rel kereta api, masalah kebersihan dan kesehatan bukan sesuatu yang mutlak harus ada. Perangkat MCK tak selalu digunakan dengan semestinya, itu pun kalau memang ada MCK yang layak.
Buku Asal Susul Nama Tempat di Jakarta terbitan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman tahun 2004 mencatat ada tiga kemungkinan asal muasal mengapa kawasan ini disebut Kampung Bandan. Pertama, kampung yang berlokasi di dekat Pelabuhan Sunda Kelapa ini diperkirakan berasal dari kata Banda, pulau di Maluku.
Ditengarai ada sekumpulan masyarakat Banda, di zaman Batavia, yang menghuni kawasan ini. Penyebutan ini disebut lazim mengingat kasus lain punya kemiripan seperti penyebutan nama kampung China sebagai Pecinan, nama tempat memungut pajak atau cukai (bea) disebut Pabean, dan Pekojan sebagai perkampungan orang Koja (Arab).
Banda juga bisa berasal dari kata Banda dalam bahasa Jawa yang berarti ikatan - dibanda (diikat). Ini dihubungkan dengan peristiwa yang sering dilihat oleh warga pada zaman pendudukan Jepang. ketika itu Jepang sering membawa pemberontak dengan tangan terikat melewati kampung ini untuk dieksekusi di Ancol.
Kemungkinan ketiga adalah bahwa Banda merupakan pengucapan dari kata pandan. Pasalnya di masa lalu kampung ini dipenuhi pohon pandan sehingga warga menyebut Kampung Pandan - kemudian menjadi bandan.
Apapun, yang pasti sejarah menyebutkan, kampung ini merupakan penampungan budak dari Pulau Banda, Maluku, ketika JP Coen menaklukkan pulau itu pada 1621. Pembantaian besar-besaran dilakukan Coen, mereka yang selamat diboyong ke Batavia. Dalam catatan Warta Kota, budak-budak tadi memberontak melawan VOC di Marunda.
Setelah periode perbudakan usai, tawanan tadi dipekerjakan di Pasar Ikan. Pasalnya, kawasan kampung dekat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, yang otomatis dekat dengan Pasar Ikan. Mereka tetap mendiami kampung tersebut, tumbuh berkembang dan beranak pinak. Di kawasan itu akhirnya dibangun pula jalur kereta api, yaitu ketika Pelabuhan Tanjung Priok (baru) dibangun. Jalur kereta api itu untuk menghubungkan Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pelabuhan Tanjung Priok. Stasiun Kampung Bandan, inilah yang masih tersisa dari cerita ketika Jakarta masih bernama Batavia.
Selain stasiun sebuah masjid tua, Masjid Kampung Bandan, juga masih berdiri dengan pemandangan jalan tol ke arah bandara. Di antara kekumuhan, kondisi tak sehat, kotor, berantakan, kawasan ini tetap layak menjadi tujuan wisata karena menyisakan stasiun dan masjid dari abad 19. Kampung Bandan dalam peta kawasan Kota Tua sesuai dengan Peraturan Gubernur No 34 tahun 2006 adalah batas bagian timur. Jadi tempat ini pun masuk dalam program revitalisasi Kota Tua.
WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto
Sumber : Kompas.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar