Guru Kesulitan Manfaatkan "Software" Pendidikan
Pembelajaran dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi terus dikembangkan di sekolah-sekolah. Namun, minimnya pelatihan yang berkelanjutan kepada guru-guru mengakibatkan pemanfaatan sarana software pendidikan yang disediakan pemerintah tidak maksimal.
Salah satu kesulitan yang dirasakan guru yakni pemanfaatan software pendidikan jenis virtual laboratorium untuk siswa SMP yang merupakan produk luar negeri. Sejak dibagikan ke ratusan SMP pada tahun lalu, pemanfaatan CD pembelajaran virtual lab di sekolah belum maksimal.
"Agak susah untuk paham pengoperasiannya karena banyak tombol yang mesti dipahami fungsinya jika hendak memakai software itu. Pelatihan untuk guru cuma dua hari, padahal programnya cukup rumit. Selain itu, fasilitas multimedia di sekolah juga terbatas," kata Etin, guru SMP di Jakarta, Selasa (28/4).
Tender diprotes
Meskipun aplikasi di lapangan untuk software virtual laboratorium masih belum maksimal, pemerintah kembali memprogramkan penggadaan CD software pembelajaran Biologi, Fisika, Kimia, dan Matematika, tingkat SMP pada tahun ini. Pengadaan paket CD software pembelajaran tersebut menyerap anggaran negara sekitar Rp 15 miliar.
Namun, proses tender CD software pembelajaran tingkat SMP itu diprotes sejumlah perusahaan software dalam negeri yang mendaftarkan diri. Pasalnya, spesifikasi yang ditetapkan panitia dinilai mengacu kepada produk software asing yang sudah didistribusikan di Indonesia.
Sejumlah peserta tender yang melayangkan surat protes kepada Menteri Pendidikan Nasional yang ditembuskan juga antara lain ke Presiden RI mempertanyakan komitmen pemerintah dalam pengadaan jasa/barang yang seharusnya memprioritaskan produk dalam negeri, sesuai Instruksi Presiden RI Nomor 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Mereka menilai persyaratan yang ditetapkan menutup peluang perusahaan software edukasi di Indonesia, tetapi secara jelas mengacu ke produk asing.
Hary Sudiyono, Koordinator Paguyuban Pengembang Software Edukasi, mengatakan, software virtual laboratorium sebenarnya bagus, tetapi belum cocok jika dipakai untuk siswa SMP. Yang penting untuk siswa SMP itu penguasaan konsep-konsep sains terlebih dahulu.
"Jika pun software pendidikan yang mau dipakai produk asing, perlu ada akreditasi soal produk itu dari Depdiknas. Tidak bisa serta-merta hanya karena ada terjemahan Indonesianya, materi itu langsung cocok untuk siswa kita. Soal akreditasi itu memang harus jadi syarat," kata Hary.
Sumber : Kompas.com
Salah satu kesulitan yang dirasakan guru yakni pemanfaatan software pendidikan jenis virtual laboratorium untuk siswa SMP yang merupakan produk luar negeri. Sejak dibagikan ke ratusan SMP pada tahun lalu, pemanfaatan CD pembelajaran virtual lab di sekolah belum maksimal.
"Agak susah untuk paham pengoperasiannya karena banyak tombol yang mesti dipahami fungsinya jika hendak memakai software itu. Pelatihan untuk guru cuma dua hari, padahal programnya cukup rumit. Selain itu, fasilitas multimedia di sekolah juga terbatas," kata Etin, guru SMP di Jakarta, Selasa (28/4).
Tender diprotes
Meskipun aplikasi di lapangan untuk software virtual laboratorium masih belum maksimal, pemerintah kembali memprogramkan penggadaan CD software pembelajaran Biologi, Fisika, Kimia, dan Matematika, tingkat SMP pada tahun ini. Pengadaan paket CD software pembelajaran tersebut menyerap anggaran negara sekitar Rp 15 miliar.
Namun, proses tender CD software pembelajaran tingkat SMP itu diprotes sejumlah perusahaan software dalam negeri yang mendaftarkan diri. Pasalnya, spesifikasi yang ditetapkan panitia dinilai mengacu kepada produk software asing yang sudah didistribusikan di Indonesia.
Sejumlah peserta tender yang melayangkan surat protes kepada Menteri Pendidikan Nasional yang ditembuskan juga antara lain ke Presiden RI mempertanyakan komitmen pemerintah dalam pengadaan jasa/barang yang seharusnya memprioritaskan produk dalam negeri, sesuai Instruksi Presiden RI Nomor 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Mereka menilai persyaratan yang ditetapkan menutup peluang perusahaan software edukasi di Indonesia, tetapi secara jelas mengacu ke produk asing.
Hary Sudiyono, Koordinator Paguyuban Pengembang Software Edukasi, mengatakan, software virtual laboratorium sebenarnya bagus, tetapi belum cocok jika dipakai untuk siswa SMP. Yang penting untuk siswa SMP itu penguasaan konsep-konsep sains terlebih dahulu.
"Jika pun software pendidikan yang mau dipakai produk asing, perlu ada akreditasi soal produk itu dari Depdiknas. Tidak bisa serta-merta hanya karena ada terjemahan Indonesianya, materi itu langsung cocok untuk siswa kita. Soal akreditasi itu memang harus jadi syarat," kata Hary.
Sumber : Kompas.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar