Think before you speak. Read before you think

Breaking News

Hebe, Menanti Ketegasan Pemerintah Pusat


Demi pembangunan Bangka Trade Centre, pemerintah kota Pangkalpinang akan meruntuhkan bekas gedung bioskop dari tahun 1917 dan bernilai sejarah tinggi.


DEWI Kawula Muda (Goddess of Youth) Yunani dipilih menjadi nama sebuah gedung bioskop di Pangkalpinang. Di kalangan penggemar komik Marvel, nama Hebe juga mengingatkan komik tentang Hebe, istri Hercules, yang ciamik membuat bir ambrosia yang beken dalam mitologi Yunani itu. Entah kenapa nama bioskop tertua di Bangka Belitung itu diberi nama sesuai dengan nama putri Zeus dan Hera yang ternyata adalah jagoan meracik minuman buat para dewa dewi di Gunung Olympus. Hebe kemudian dikenal pula dengan nama Banteng, Bioskop Banteng, di zaman Soekarno.

Gedung yang selama ini telantar itu ada di kawasan bernama Pasar Pembangunan. Keberadaan gedung itu kini sedang di ujung tanduk. Alih-alih merevitalisasi eks Bioskop Banteng, Pemerintah Kota Pangkalpinang di bawah Wali Kota Zulkarnain Karim memilih segera merobohkan bangunan tersebut pada 20 Januari nanti. Itu dilakukan demi pembangunan Bangka Trade Centre (BTC).

Hebe, didirikan pada 1917 oleh seorang mayor China, Majoor titulair der Chineesen Oen Kheng Boe. Seperti gelar-gelar Majoor di masa kolonial, ia adalah pemimpin komunitas Tionghoa. Karena sejarah Pangkalpinang yang penuh dengan tambang timah dengan pekerja yang berasal dari China, Siam, dan Melayu, maka peninggalan berupa bangunan di kota ini kebanyakan berarsitektur gabungan antara China, Eropa, dan Melayu meski paling kuat adalah pengaruh China dan Eropa. Termasuk di dalamnya, Hebe. Karena ada Hebe alias Banteng, maka kawasan di sekitar itu semula disebut sebagai kawasan Hebe/Banteng.

Menurut Melly Suwandhani, salah satu keturunan Oen Kheng Boe, gedung itu dibangun setelah sekolah Tionghoa THHK (Zhung Hua Hui Guan) berdiri pada 1907. Pembangunan itu atas bantuan Jenderal China Li Xie-he yang, konon, tiba di Pulau Bangka dan membantu warga Tionghoa perantauan. Diperkirakan, keberadaan gedung Hebe juga atas bantuan Li Xie-he yang memang gencar membantu perkembangan pendidikan dan budaya warga di Bangka.

“Sekolah THHK umurnya 100 tahun lebih tapi sudah enggak ada. Memang di satu kawasan itu ada sekolah, klenteng, pasar, lengkap. Tapi kalau Hebe jadi dirobohkan, apakah klenteng masih aka nada? Pasar kan akan berubah jadi BTC. Pokoknya mal besar dan modern, deh. Dan yang saya dengar, gedung Hebe itu jadi penghambat karena belum dirobohkan, jadi pembangunan BTC terhambat karena rencana itu sudah sejak 2007,” papar Melly sambil menambahkan, Hebe sempat jadi gudang Borsumij (Borneo Sumatra Handel Maatschappij) di masa malaise. Menurut data KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde), pada tahun 1925 ada gudang Borsumij di Pangkalpinang dan pada foto itu terlihat tampak depan bangunan yang arsitekturnya sangat mirip dengan Hebe. KITLV memberi judul Opslagplaats van de Borneo Sumatra Handel Maatschappij (Borsumij) te Pangkalpinang (gudang Borsumij di Pangkalpinang).

Setelah melihat foto tersebut, Melly yakin bahwa itu adalah gedung yang dibangun buyutnya. Nama dan angka yang tertera pada dinding atas bagian depan, yang tertulis dalam karakter China, sama dengan bangunan yang kini akan dieksekusi.

Intinya, sejarah bangunan ini panjang, juga tentu saja menjadi identitas kota, kekayaan kota ini, sebagai obat anti lupa akan sejarah kota ini. Tapi Wali Kota Zulkarnain rupanya punya keputusan lain, ia mantap tetap akan membongkar bangunan ini, tak peduli alasannya.

Surat dari Jakarta
Dari Jakarta, Direktur Peninggalan Purbakala Dirjen Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Junus Satrio Atmodjo sudah mengirimkan surat permohonan pembatalan pembongkaran kepada tuan Wali Kota. Surat tertanggal 31 Desember 2009 itu antara lain berbunyi, Banteng punya nilai penting dalam sejarah budaya Pangkalpinang dan wajib dilestarikan sebagai warisan budaya sesuai UU No 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (BCB) dan Peraturan Bersama Menteri Budpar dan Menteri Dalam Negeri No 42 tahun 2009 dan Nomor 40 tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Kewajiban Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Melestarikan Kebudayaan.
Sebelumnya, November 2008 sudah ada surat dari Yoeseof Budi Ariyanto, kasubdit konservasi Dirjen Sejarah dan Purbakala Kementrian Budpar kepada gubernur Bangka Belitung bahwa situs itu sudah dalam proses menjadi BCB.

Sebagai tambahan, dalam jumpa pers akhir tahun pada 30 Desember 2009, Menteri Budpar Jero Wacik mengakui pihaknya lalai memperhatikan persoalan budaya termasuk persoalan BCB, oleh karena itu mulai tahun ini persoalan tesebut akan jadi sama penting dengan hal-hal terkait pariwisata.

Ngotot

Persda Network, Bangka Pos, kembali menyiarkan berita tentang Zulkarnain yang menegaskan, tetap akan membongkar pada 20 Januari nanti. Alasannya, hak guna bangunan bioskop sudah berakhir tahun 1980, bioskop atas nama NV Meby (kini PT Meby) sudah tak beroperasi, PT Meby sudah kehilangan haknya di atas tanah negara itu.

“Kenapa orang-orang ribut, lahan itu dikuasai pemda, kok,” tandas Zulkarnain seperti dikutip Bangka Pos. Pernyataan itu dilontarkan setelah batas waktu tim kajian teknis kelar melakukan penelitian terhadap Hebe pada 8 Januari 2010. Hasilnya, Hebe tak layak dipertahankan dan harus dirobohkan. Pasar kumuh, bangunan telantar, kawasan jorok jadi alasan Zulkarnain menyulap Hebe jadi bagian pusat belanja modern seluas dua hektar. Pusat belanja setinggi 10 lantai itu juga bekerjasama dengan Hotel Four Seasons Jakarta.

Jika tak ada tindakan tegas dari pusat, maka 20 Januari kita akan kembali melihat kuburan massal identitas kota, bagian sejarah kota Pangkalpinang termasuk Bioskop Garuda, Surya, dan pabrik es yang akan dihancurkan oleh Zulkarnain. Tentu saja ini akan jadi preseden buruk karena kota-kota lain bisa dipastikan akan mengikuti.

Ketika sang menteri sudah mengakui kelalaiannya dan ingin membayar itu semua dengan perhatian pada pusaka budaya, lantas bagaimana bisa kepala daerah di Pangkalpinang malah akan melabrak UU, peraturan, dengan kacamata kuda.

Biarpun tersisa satu dinding pun, itu layak dipertahankan sebagai tonggak, penanda, pengingat akan sejarah kota itu. Dalam UU No 5 tahun 1992 tentang BCB tertulis pemerintah bertanggungjawab memelihara dan mempertahankan pusaka budaya, dalam hal ini BCB. Jika ditelantarkan oleh pemiliknya, maka pemerintah tak lantas berhak merobohkan tapi sebaliknya, sesuai dengan kalimat pembuka UU itu, mempertahankan dan memelihara sebagai kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Oleh karena itu perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional.

WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto

Tidak ada komentar